Senin, 28 Maret 2022

PENGANTIN PENGGANTI BAB 190 : AKU SUDAH MENJADI IBU

PENGANTIN PENGGANTI BAB 190 : AKU SUDAH MENJADI IBU

PENGANTIN PENGGANTI BAB 190 : AKU SUDAH MENJADI IBU

“Hu hu hu … ini sakit,” teriak Khansa lagi.

“Oh Ya Tuhan, sayang … aw … aw …” teriak Leon sambil menahan sakit tapi tidak menepis tangan Khansa.

“Pelan sedikit, sayang!” pinta Leon agar Khansa tidak terlalu keras menarik rambutnya.

Meski mobil mereka ber-AC dengan suhu dingin, namun Khansa tetap merasa panas, dia menarik kerah piyama yang Leon pakai, “Tuan Sebastian, huuu huu huu … jika bayi ini lahir, yang boleh memarahi dia hanya aku … hanya aku … Arrgh, ini sakit sekali.”

Leon langsung memeluk istrinya itu, berkata dalam hati ‘jika rasa sakit melahirkan ini bisa di pindah, maka dia bersedia untuk menerimanya.

Leon menitikan air mata, ikut menangis juga karena melihat kesayangannya ini sedang merasakan sakit yang luar biasa. Leon melepaskan pelukannya, lalu berkata dengan lembut, “Ambil napas dalam-dalam, lalu lepaskan,” ujarnya sembari memberikan contoh.

Khansa mengikuti saran suaminya itu, barulah mulai sedikit tenang, “Nah, begitu,” ujar Leon sembari ikut menarik napas dan mengeluarkannya perlahan.

Leon melepaskan cadar Khansa, “Mulai sekarang sudah bisa dilepas.”

Khansa sudah akan melahirkan bayi mereka, jelas ini sudaj 100% menjadikan Khansa mutlak milik Leon. jika ada yang memandangi kecantikan istrinya ini, mereka hanya bisa memandang tidak bisa memililki sama sekali.

Sesampainya di rumah sakit, Leon segera menggendong tubuh mungil istrinya itu. Dokter jaga dan perawat telah bersiap menunggu dengan ranjang dorong rumah sakit.  Gery dan Carl juga tiba bersamaan dengan kedatangan Leon.

Leon meletakan Khansa dengan lembut di ranjang dorong itu, lalu segera saja dokter dan perawat membawa Khansa ke ruang persalinan. Khansa memegangi tangan Leon, memintanya agar tidak meninggalkannya sendirian.

Leon ikut masuk ke ruang bersalin, sebelum masuk perawat membantu Leon memakai baju steril. Khansa sudah di pindahkan ke ranjang bersalin dan sudah berganti dengan baju pasien.

Leon masuk dan segera memegangi tangan Khansa lagi, Dokter kandungan yang akan menangani Khansa pun datang, dia akan meregangkan kedua kaki Khansa untuk melihat jalan keluar si bayi, apakah sudah mencapai batas melebar maksimal untuk keluar.

“Apa yang ingin kau lakukan?” tanya Leon sembari meletakan tangannya di atas selimut yang menutup tubuh bagian bawah istrinya itu.

“Tuan aku hanya ingin mengecek pembukaannya saja,” jawab dokter kandungan itu.

Gery sudah mengatur Dokter kandungan wanita, tapi tadi ketika sedang dalam perjalanan. Dokter tersebut mengalami kecelakaan, jadilah hanya Dokter kandungan pria yang saat ini tersedia dan bisa menggantikan peran Dokter yang seharusnya.

“Direktur Sebastian,” panggil Khansa sambil mengatur napasnya.

“Apa kau sengaja ingin membuat persalinan ini menjadi lebih lama?” tanya Khansa lagi sambil mengeratkan giginya, menahan sakit.

Akhirnya Leon pun melepaskan tangannya dari selimut Khansa, “Melihatnya jangan terlalu lama,” ujarnya dengan sedikit tidak rela ke Dokter kandungan tersebut.

Leon pun kembali memegangi tangan Khansa, dokter serius memperhatikan jalan keluar bayi, air ketuban telah pecah, si bayi seharusnya sebentar lagi keluar, Dokter itu berkata, “Nyonya, harap tahan rasa sakitnya sebentar lagi ya. Jika kepala bayi sudah terlihat sedikit keluar maka barulah Nyonya mendorongnya agar keluar.” Ujar Dokter tersebut.

‘Kepala keluar’ pikir Leon dengan sedikit bergidik.

satu jam lebih, Khansa berada di ruang persalinan, dokter itu melihat kembai jalan keluar bayi, “Nah, Nonya saatnya mengejan,” Ujar dokter itu.

“Jangan memejamkan mata, dan jangan berteriak juga jangan menangis,” pesan Dokter kandungan itu.

memejamkan mata saat proses persalinan dapat membuat pembuluh mata pecah karena memberikan tekanan pada mata. Selain itu, saat proses melahirkan berlangsung jika menangis dan berteriak. akan membuang-buang energi.

Leon telah bersiap dengan sapu tangan di tangannya, bersiap mengusap pelu-pelu keringat Khansa ketika berjuang melahirkan bayi mereka.

“Tarik napas dan dorong!” Dokter itu menyemangati Khansa.

Satu orang perawat memegangi perut Khansa dengan lembut, agar Khansa tidak mengangkat panggulnya, karena jika mengangkat panggul, maka akan mendapat banyak jahitan karena robekan jad lebih lebar.

Teringat pesan dokter, maka Leon segera memberikan lengannya untuk di gigit kepada Khansa agar dia tidak berteriak, “Gigit lenganku,” ujarnya.

Khansa langsung saja mengigit lengan kuat suaminya itu, Leon sedikit meringis namun melihat bagaimana proses kelahiran bayi mereka, dia menganggap jika sakit ini belum ada satu persennya dari apa yang Khansa rasakan.

Lengan Leon sedikit berdarah, dan terdengarlah suara tangis bayi. Dokter mengangkatnya dan segera memberikannya kepada perawat yang telah siap membungkusnya dengan handuk berbahan halus dan akan segera di bersihkan.

Mengacu pada badan kesehatan dunia atau WHO serta beberapa penelitian terbaru yang menyarankan agar bayi sebaiknya baru dimandikan 12–24 jam setelah ia dilahirkan, maka Khansa dan Leon akan menggunakan saran tersebut.

Perawat membawa si bayi pergi, dan Dokter mulai menyuntik obat untuk bius lokal. Leon tidak banyak bergerak karena telinganya bergidik ketika mendengar suara jahitan itu. Terasa seperti menggema kencang di telinganya.

Khansa menatapi sayup-sayup suaminya yang sedang menangis dengan derai air mata yang melimpah itu. dia mengangkat tangannya dengan perlahan lalu menghapus air mata Leon, melihat malah Khansa yang menguatkan hatinya, semakin jadi Leon menangis.

Dokter menghentikan gerakannya, lalu memandang leon sambil mengernyitkan alisnya, Dokter itu berkata, “Tuan sebaikanya jangan membuat panik si ibu.”

“Tuan sebaikanya tunggu diluar saja,” ujar dokter itu lagi yang merasa suara tangisan Leon sungguh mengangu konsentrasinya.

Demi si landak kecilnya ini, maka Loen tidak akan berhitung-hitung dengan Dokter yang baru saja mengusirnya itu. Gery, Carl, Hansen juga Simon tengah menunggu di luar, duduk di kursi. Melihat Leon keluar mereka pun segera berdiri.

“Laki-laki,” terang Leon dengan binar bahagia, meski rambutnya acak-acakan dan lengannya berdarah.

“Laki-laki …” ujar Carl dengan senang juga lalu segera memeluk kakaknya itu, dibarengi dengan pelukan dari Simon dan Hansen.

“Waw,sekarang geng kita bertambah satu,” ujar Hansen sambil tertawa.

“Ya ketua kalian telah datang,” ujar Leon sambil tertawa.

“Ketua?” tanya Hansen dan Simon bersamaan.

“Iya, jika dia meminta kalian melakukan sesuatu, maka harus kalian lakukan,” jawab Leon dengan senyuman jahil.

Leon melihat kearah Carl, dengan cepat dia mengangkat kedua tangannya, memberi tanda menyerah kepada Kakaknya itu.

Melihat jika Khansa  sudah di pindahkan maka Leon segera ikut ke ruang rawat Khansa. Wajah Khansa masih nampak pucat, jejak-jejak lelah masih sangan kentara.

Carl, Gery, Hansen, Simon hanya bisa terdiam terpaku melihat wajah Khansa. Ini adalah pertama kalinya mereka melihat Khansa tanpa cadar.

“Kak, ajari kami cara agar bisa mendapatkan wanita cantik seperti Nyonya Sebastian ini,” ujar Hansen.

“Patuh dengan orang tua,” jawab Leon sambil tertawa kecil.

Leon merasa ini adalah buah manis yang dia petik, karena waktu itu mengikuti,patuh dengar apa kata Nenek sebastian dan pada akhirnya mendapatkan bintang keberuntungan seperti Khansa.

Carl mengajak yang lainnya untuk melihat keponakannya itu, bayi mungil yang sudah sering menindas dia, ketika masih di dalam perut Khansa. Jadi Carl benar-benar sangat penasaran dengan wajah keponakannya itu.

Mereka melihat bayi Sebastian dari balik kaca. Perawat mendekatkannya ke kaca. Meski lebih awal lahir seminggu lebih cepat. Namun, semua dalam keadaan baik, si bayi sangat sehat.

Carl, Hansen dan Simon sedikit bergosip, “Wajah imut itu, semuanya mengambil wajah mamanya,” ujar Hansen.

“Ya alis bak pohon willow itu sama persis dengan Khansa,” tambah Carl.

“Ini benar-benar hanya milik Khansa,” ujar Simon juga ikut menimpali.

“Enak saja, itu juga hasil karya aku,” ujar Leon yang baru saja datang untuk melihat bayi laki-lakinya itu.

Leon memandangi lekat-lekat putranya itu, “Sangat tampan, bahkan lebih tampan dari aku dan juga kalian,” ujar Leon sembari tertawa senang, puas.

Gery baru saja tiba dari membeli kopi, baru saja ingin menyesapnya. Namun, gerakannya terhenti. Dia memilih meletakan gelas kopi itu di kursi dan menggantinya dengan meminum air mineral. wajahnya tersenyum lega, kali ini dia bisa menghabiskan minumannya dengan tenang.

Tak berapa lama Rendra dan Emily juga segera saja tiba begitu mendapatkan kabar Khansa telah melahirkan, “Dimana anak aku?” ujar Emily yang tak sabar juga ingin segera melihat rupa bayi teman baiknya itu.

Leon menyingkir ketika mendengar suara Emily, “oh dia sangat menggemaskan,” puji Emily.

Rendra memeluk Leon, tanda memberi ucapan selamat, lalu Leon berkata, “Kau juga segera menyusul, agar bayiku memiliki teman bermain,” ujar Leon.

Rendra hanya menjawab dengan tawa kecilnya, lalu membawa mereka berdua melihat Khansa. tidak berlama-lama menjenguk, mereka pun kembali pulang. Sementara Nenek dan yang lainnya akan datang esok pagi-pagi sekali.

Carl tidur di ruang tamu kamar VVIP itu, sementara Leon tidur di kursi, tidur dengan duduk di sisi ranjang. dia mengecupi istrinya yang ternyenyak tidur itu sambil berbisik, “Terima kasih karena sudah memberikanku seorang bayi yang sangat tampan.”

Keesokan paginya Nenek dan yang lainnya tiba di rumah sakit. Bayi kecil mungil itu telah di letakan di kamar. Nenek Sebastian berderai air mata, cicit yang selama ini dia dambakan akhirnya terlahir ke dunia.

Professor Lexa mendorong kursi roda Tuan Besar sebastian mendekati ke inkubator bayi. Wajahnya menyiratkan senyuman bahagia. Tangannya diletakan di balik kaca, lalu menggerak-ngerakan jarinya seperti sedang mengusap-usap lembut pipi mungil bayi itu.

“Ya, ini adalah cucu kita,” ujar haru Professor Lexa.

Carl melihat pemandangan ini, tak bisa tak menangis, dia pun membuka pintu dan pergi keluar balkon. Leon melihatnya dan ikut keluar.

“Kau sudah menjadi Paman,” ujar Leon.

“Dan kau sudah menjadi Papa,” ujar balik Carl.

“Selama aku pergi, kau harus merawatnya baik-baik,” ujar Carl.

Leon tersentak, “kau mau pergi ke mana?”

“Mencari malaikatku,” jawab ringan Carl.

Leon menghela napas panjang, meski baru berkumpul dan ingin tetap bersama. Namun dia paham adiknya ini memiliki kehidupan sendiri, dia pun berkata, “Pergi temui orang ini, dia bisa membantumu,” ujar Leon seraya memberikan sebuah kartu nama.

“The King,” bacanya.

Leon memberikan kartu VIP dari King Arthur, pemegang kartu ini adalah orang-orang terdekat King Arthur.

Leon memberikan kartu VIP itu kepada Carl. maka itu artinya Leon menyerahkan keselamatam Carl kepada King Arthur, menjadikan Carl orang terdekat King Arthur.

Professor Lexa memanggil Leon, “Istrimu sudah bangun.”

Khansa tersadar, dan melihat semua sudah ada di kamar rawatnya. Semua tersenyum melihat Khansa. Carl bernisiatif mengajak semuanya berfoto.

“Untuk kenang-kenangan aku jika merindu kalian,” ujar Carl.

Perawat membantu mengambil foto keluarga yang sekadarnya itu. Khansa merasa sangat bahagia, Dia menoleh kepada bayinya lalu tersenyum dengan indannya.

‘Aku sudah menjadi ibu’ ujar Khansa dalam hati.

-Tamat-

PENGANTIN PENGGANTI BAB 189 : INI SEMUA SALAHMU

PENGANTIN PENGGANTI BAB 189 : INI SEMUA SALAHMU

PENGANTIN PENGGANTI BAB 189 : INI SEMUA SALAHMU

“Papa,” panggil Khansa dengan lembut.

Leon merangkulkan lengannya ke bahu Khansa, “Pa … sebentar lagi Papa akan menjadi seorang Kakek, Dan Mama akan segera menjadi Nenek.”

Mendengar Leon memanggil dirinya Mama, Professor Lexa semakin menangis. Hari ini dua kebahagian menghampiri dirinya. Suaminya tersadar, dan Leon sudah bersedia memanggilnya Mama.

Tuan Besar Sebastian mengangkat satu tangannya kearah Professor Lexa, dengan sigap dia pun segera bersimpuh di sisi ranjang suaminya itu.

Dengan lembut dan masih dengan gemetaran, Tuan besar Sebastian mengusap air mata di pipi istrinya itu. Professor Lexa memegang tangan yang sedang memegang pipinya itu, lalu menciuminya dengan lembut dan penuh rindu.

Leon segera memberitahu Nenek Sebastian jika putranya itu telah tersadar. Reaksi Nenek Sebastian pun sama seperti yang lain, menangis haru Bahagia.

“Aku akan segera kesana,” ujar Nenek.

Professor Lexa dan Carl sepakat, jika setelah sadar ini maka Khansa akan menterapi Tuan besar Sebastian dengan akupuntur.  Sementara itu, Nenek Sebastian memutuskan akan membawa putranya itu ke Villa Anggrek.

“Kalian juga ikut tinggal di Villa anggrek,” ujar Nenek Sebastian kepada Professor Lexa dan juga Carl.

Ibu dan anak itu patuh kepada pengaturan Nenek Sebastian, demi kebaikann semuanya. Pada saat ini Keluarga Sebastian menjalani hari-hari yang tenang.  Leon dan Khansa juga sering menginap di Villa Anggrek, karena Khansa harus mengakupuntur Papa mertuanya itu.

Jika Tuan Besar Sebastian menuai kebahagian, maka beda hal dengan Fauzan. Saat ini dia malah tinggal sendirian di sebuah rumah kecil petakan, tanpa adanya keluarga. Bekerja serabutan hanya untuk sesuap nasi. Sudah meminta tolong ke teman-temannya dulu. Namun, banyak yang tidak mau membantu. Sementara Maharani bersama Yenny dan Jihan, sudah tinggal di desa, membuka warung kopi dan indomie di sana sebagai sumber penghidupan.

Bulan demi bulan terlalui, Tuan besar Sebastian semakin membaik dan  sudah bisa duduk berpindah ke kursi roda. Perut Khansa sudah terlihat besar, Leon pun suka sekali memegang perut Khansa di tiap kali bayi mereka menendang-nendang.

Hari ini Gery datang ke Villa Anggrek, untuk meminta tanda tangan tuannya itu. Khansa berjalan keluar dari ruang tamu, tiba-tiba mengaduh sembari memegangi perutnya. Bayi di dalam perut Khansa tidak henti-hentinya menendang perut Khansa, seperti ingin mengajak bermain.

Khansa sedikit meringis, lalu berkata “Ya Tuhan Nak, apa kau ingin menjadi pemain sepak bola. Mengapa suka sekali menendangi perut Mama.”

“Nyonya, apa baik-baik saja?” tanya Gery.

“Tidak apa-apa, hanya saja bayi di dalam perut ini sedikit nakal,” jawab Khansa.

Bayi di perut Khansa masih terus saja menendang, Leon yang baru saja tiba, langsung merangkul Khansa. “Jangan nakal, jangan merepotakan mama. Kelak jika kau nanti lahir, papa akan mengijinkan kau bermain bola sepuasmua dengan Paman Gery.”

Setelah Leon berkata seperti itu, maka dengan seketika saja tendangan di perut Khansa itu pun berhenti. Leon mengigit ujung bibirnya, merasa ngilu di tiap kali melihat bayinya itu terus menerus menendang-nendang perut landak kecilnya itu. Sementara Gery merasa takjub hanya dengan satu janji dari Tuan Sebastian, telah membuat bayi itu takluk.

Usia kandungan Khansa saat ini sudah berusia sembilan bulan, Leon sering bangun tengah malam hanya untuk mengantarkan Khansa pergi ke toilet. pada masa ini  biasanya ibu hamil akan mengalami berbagai kondisi yang mengganggu kenyamanan dalam beraktivitas.

Beberapa kondisi tersebut seperti peningkatan frekuensi ke kamar mandi, sesak karena tekanan di area diafragma, juga heartburn. Rasa sakit terbakar atau tidak nyaman di dada bagian atas dan tengah, melibatkan leher dan tenggorokan, yang dapat memburuk ketika berbaring.

Untuk kehamilan Khansa hanya mengalami sering ke kamar mandi, karena itu Leon selalu menjadi suami siaga, siap antar jaga.Di setiap kali selesai mengantar Khansa ke kamar mandi, maka Loen akan membuka lemari lagi.

Melihat dan mengecek tas-tas bawaan untuk Khansa nanti melahirkan. Mengingat-ngingat jika saja ada yang kurang. Bahkan Leon juga memasukan sepatu rajut yang dia buat untuk bayinya itu. Dia ingin ini adalah sepatu yang pertama dipakai oleh bayinya.

“Sayang, kemarilah!” panggil Khansa sembari menepuk-nepuk sisi ranjang mereka.

Leon menoleh, menutup lemari itu dan naik ke atas ranjang, “Ada apa?” tanynya sembari mencium=cium perut Khansa yang sudah membesar itu.

“Terima kasih karena sudah menemaniku bertumbuh menjadi seorang wanita dan juga seorang ibu,” ujar Khansa lembut sembari mengusap-usap lembut puncak kepala suaminya itu.

“Aku yang berterima kasih, karena kau sudah hadir di dalam hidupku. Bintang keberuntunganku,” jawab balik Leon sembari mencium lembut kening Khansa, turun ke kening lalu mengecupi bibir Khansa dengan lembut.

Mereka berdua saling berpelukan , merasa jika tuhan sudah memberikan keberuntungan yang besar kepada mereka berdua, karena telah menyatukan. Dini hari kening Khansa nampak berkeringat, Khansa berusaha untuk bangun duduk.

Dia merasakan nyeri di perut bawah yang semakin kuat, juga merasakan  kontraksi  yang terasa di sekujur tubuh, mulai dari punggung dan perut kemudian menjalar ke paha dan kaki. Khansa mencoba membangunkan Leon, merasa gerakan pelannya tidak membangunkan Leon.

‘Plak’ tangan Khansa mendarat di tangan Leon dengan keras.

“Astaga, ada apa,” ujar Leon sambil duduk terkejut.

“Direktur Sebastian, bayi kita nampaknya sudah ingin bermain dengan kita, dia sudah tidak betah di dalam perutku,” ujar Khansa sambil menarik napasnya.

“Melahirkan … kau mau melahirkan,” ujar Leon panik.

“Bukankah perkiraan masih minggu depan?” ujar Leon dengan panik sambil berjalan lalu malah mengambil tas Khansa dan memakainya.

“Ayo! Kita pergi ke rumah sakit,” ajak Leon.

Khansa mengngelengkan kepalanya, lalu berusaha bangun di papah oleh Leon.  Khansa mengambil tas yang di pakai oleh Leon dan berkata, “Ini tasku, tas yang seharusnya dibawa ada di lemari.”

Leon melihat tas model wanita yang sedang dia apit, “Ah ya Tuhan,” ujarnya sembari meletakan tas itu di ranjang. Khansa duduk kembali di ranjang lalu memegangi tasnya itu.

Leon sibuk membuka lemari dan membawa semua tas yang sudah di persiapkan. Tas slempang dan tas jinjingnya, “Kau tunggu di sini,” ujarnya.

Leon membuka pintu kamar, lalu menekan tombol sirine yang biasa dipakai untuk pemberitahuan jika ada gempa. Semua pelayan di rumah itu pun segera bangun. Leon sudah berpesan jika sirine itu berbunyi maka  artinya keadaan dalam kondisi tanggap darurat satu, ‘Nyonya Sebastian akan melahirkan’ dua pelayan datang ke kamar utama, supir segera  menyiapkan mobil. Satu pelayan mengambil alih tas-tas yang ada di tangan tuannya, satu pelayan segera memberikan selimut di bahu Nyonya Sebastian. Leon pun memapah Khansa berjalan.

Nampak Khansa tenah bersusah payah mengatur napasnya, begitu sampai di mobil, Leon segera melakukan video call dengan Carl dan Gery secara bersamaan, hanya untuk mengatakan, “Siaga satu.”

Carl dan Gery segera melompat dari ranjang mereka, meraih pakaian seadaanya tanpa memilah-milah, mengambil kunci mobil mereka dan segera melajukan mobil mereka ke rumah sakit. Sementara itu di dalam mobil Leon, Khansa tak bisa menahan sakit karena pembukaan jalan lahir, “Aarggg … Ini sakit sekali.”

“Ini semua salahmu Direktur Sebastian, Huu huu huu ini sakit sekali,” ujar Khansa sambil menangis berderai air mata.

“sayang … tahan ya, kita sebentar lagi akan sampai ke rumah sakit,” ujar Leon.

Tiba-tiba tangan Khansa mendarat di kepala Leon, lalu menarik rambut Leon, “Astaga …” ujar Leon sambil melirih sakit.

💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞

Untuk membaca novel PENGANTIN PENGGANTI bab berikutnya silahkan klik navigasi bab dibawah ini.  Kamu juga bisa menginstall atau mendownload aplikasi novel kesayangan kamu. Misalnya novelku, noveltoondan aplikasi innovel. See u di bab selanjutnya....muachh..


PENGANTIN PENGGANTI BAB 188 : KANEBO KERING

PENGANTIN PENGGANTI BAB 188 : KANEBO KERING

PENGANTIN PENGGANTI BAB 188 : KANEBO KERING

Carl benar-benar serius untuk menyembuhkan papanya, dia berpikir jika kisah cintanya bergantung banyak kepada kesembuhan Papanya ini. Professor Lexa juga sama seriusnya di dalam menjaga suaminya itu sekaligus menjaga kandungan Khansa.

Dalam seminggu  sekali Leon mengatur Khansa menginap di Villa Anggrek dan juga kediaman Quin. Professor Lexa menasehati Leon agar tidak egois, karena itulah Leon membuat pengaturan ini.

Hari ini Leon mengantarkan Khansa ke  kediaman Kawindra. Dia datang karena masih memberikan terapi akupuntur kepada Nyonya kawindra.

Hari masih pagi, Namun, Khansa sudah meminta ke rumah Emily. Begitu sampai Khansa langsung saja memeluk Emily dan menangis, “Sayangku, mengapa kau menangis,” ujar Emily sambil memandangi Leon.

Merasa tidak berbuat salah, Leon mengangkat tangannya seperti gaya orang menyerah. Rendra juga menatapi Leon dengan tetapan curiga, lalu leon berkata, “Bukan aku … aku tidak tahu apa-apa,” jawabnya mengesal.

Emily membawa Khansa duduk, lalu bertanya lagi, “Ada apa?”

“Aku … tiba-tiba saja merindukanmu,” jawab Khansa.

“Oh Ya tuhan sayang, aku pikir kau dipukul suamimu!” ujar Emily.

Emily memahami jika mood ibu hamil bisa berubah-rubah maka dia pun memeluk Khansa lagi, “Aku tidak kemana-mana, jika mau kau bisa juga menginap di sini.”

Leon langsung menginjak kaki Rendra, tiap minggu dia harus berbagi Khansa dengan Nenek Sebastian dan juga Nenek Quin, jika di tambah berbagi dengan Emily, maka dia merasa akan berubah menjadi kanebo kering.

Rendra sedikit meringis, tapi, memahami maksud kawan baiknya itu, “Sayang …” ujarnya pelan.

Emily memandang kepada Leon dan Rendra, “Apa kalian tidak ke kantor?”

Rendra dan Leon saling berpandangan, “Iya … iya kami akan berangkat sebentar lagi,” jawab Rendra.

Leon mengecup pipi Khansa. “ Aku berangkat, nanti sore aku akan menjemputmu.”

Leon memberikan waktu seharian bagi Khansa untuk bermain dengan Emily, berharap Khansa tidak merengek untuk menginap tidur bersama Emily.

“Bagaimana keadaan Nyonya Kawindra?” tanya Khansa.

“Berkatmu, sudah jauh lebih baik,” jawab Emily.

Mereka berdua masuk ke kamar Nyonya Kawindra, saat ini dia sudah bisa makan sendiri tanpa disuapi. Melihat Emily masuk, dia pun melemparkan senyuman senang. Khansa memperhatikan hal ini, lalu tiba-tiba berpikir, jika tangis yang tadi apakah itu tangis bahagia karena sepertinya Nyonya Kawindra sudah mulai menerima Emily.

Khansa mengusap-usap perutnya, “Kau sungguh peka sekali nak.”

Khansa duduk di sisi ranjang sambil tersenyum, lalu bicara dengan suara rendah, “Terima kasih.”

Nyonya Kawindra tersenyum dengan mata sedikit berkaca-kaca, selama ini dia tidak mengetahui kebenarannya. Pada malam pernikahan  waktu itu, Tuan Kawindra meninggalkan dia bukan untuk ibunya Emily, tapi karena ingin mengakhiri hidupnya tapi, ternyata Ibunya Emily datang dan menyelamatkan suaminya itu. Bahkan sampai terluka.

Dalam hati dia merasa menyesal selama ini malah membenci Emily, pada akhirnya dia memutuskan di sisa hidupnya ini akan menyayangi Emily seperti putrinya sendiri. Selesai menterapi Nyonya Kawindra, Emily dan Khansa membuar rujak pedas.

“Apa kau tahu rumor yang aku dengar,” ujar Emily.

“Apa?” tanya Khansa.

“Yang aku dengar jika suka pedas maka biasanya orang itu pintar,” jawab Emily.

“Selama hamil kau sangat suka makanan yang lebih pedas, jadi sepertinya keponakan aku ini akan sangat-sangat cerdas dan pintar,” ujar Emily sambil tertawa.

“Kau ini ada-ada saja …” jawab Khansa sembari tertawa dan memasukan satu buah mangga muda berikut sambal pedas.

Di sore hari ketika Leon datang menjemput, Dia terkejut di atas meja makan aneka jenis makanan pedas sudah tersedia, “Apa kalian memakan ini semuanya?’ tanya Leon.

“Iya,” jawab riang Khansa.

Leon menealan air  liurnya, karena teringat dengan kuah pempek pedas yang waktu itu dia makan, Leon pun berkata, “Sayang jangan terlalu banyak memakan makanan pedas.”

“Aku hanya mencicipinya sedikit-sedikit saja,” jawab Khansa.

“Asalkan tidak berlebihan maka aku mengijinkan,” ujarnya sambil mengusap puncak kepala Khansa.

Rendra juga baru saja masuk ke ruang makan, lalu Khansa pun berkata, “Karena makanan ini sudah dibeli, maka kalian bantu kami untuk menghabiskannya.”

Rendra melihat makanan-makanan yang tersaji di meja, reaksinya sama seperti reaski Leon. Dua lelaki tampan itu saling berpandangan, lalu melihat kepada istri masing-masing. Pada akhirnya mereka duduk patuh.

Emily dan Khansa menyendokan nasi dan lauk pauk pedas itu, Rendra dan Leon pun memaksakan senyumanya sambil mengunyah. Lalu leon berkata, “Sayang apa kau tidak mau membungkuskan satu untuk Carl.”

“Ah iya, hampir saja aku melupakannya,” ujar Khansa.

Leon pun tersenyum tipis, dirinya mana boleh menderita sendiri. Selesai makan dan menghilangkan pedas di lidah dan mulut, barulah Leon membawa Khansa pulang. Nampak Carl sedang rebahan di sofa, sambil memainkan ponselnya.

“Ini kami membawakan makanan untukmu,” ujar Leon meletakan kotak makanan itu di dada Carl.

“Wah kebetulan sekali, aku memang sedang merasa lapar,” ujar Carl.

“Jika begitu makanlah,” ujar Khansa tersenyum senang.

Carl segera membuka kotak itu, tercium aroma yang mencurigakan. ‘seperti wangi cabai’ pikirnya.

Dan ketika dia membuka tutup kotak itu, alisnya langsung mengernyit, “Ya tuhan ini adalah cabai.”

Leon duduk sambil menyilangkan kakinya sambil berkata, “Habiskan, jangan sampai tidak habis.”

‘Dia menindasku lagi’ gumam Carl dalam hati.

Carl melihat kepada Khansa, merasa tak ingin mengecewakan hati kakak iparnya itu, maka carl pun segera memasukan sesuap demi sesuap makanan pedas itu sampai habis. Khansa memujinya, “Kau pintar sekali,” ujarnya sembari mengusap-usap kepala Carl lalu beranjak pergi.

Melihat landak kecilnya menuju ke kamar, maka Leon pun ikut menyusul. Sementara carl sedang mengipas-ngipasi wajahnya dengan tanang karena merasa kepedasan.  Gerakan mengipas-ngipas Carl terhenti ketika melihat Professor Lexa masuk ke ruang keluarga dengan tergopoh-gopoh.

“Ada apa Mom?” tanya Carl.

“Papa … papa … membuka kedua matanya,” jawab Professor Lexa.

Mendengarnya carl langsung saja berlari ke Pavilium, dan benar saja Tuan besar Sebastian telah membuka matanya, “Papa …” ujar Carl terbata sedikit menangis.

Kedua ibu dan anak itu sama-sama menangis karena bahagia, Leon langsung berlari ketika mendengar jika papanya tersadar. Carl mellihat Leon datang dan langsung saja berlari memeluk kakaknya itu.

Leon masih dalam keadaan terkejut, jadi tidak merespon pelukan carl, “Papa telah sadar, dia telah bangun. Kita berhasil menyembuhkan papa,” ujar carl.

Carl segera menarik Leon untuk melihat papanya, “Lihatlah … Papa sudah membuka matanya.”

“Papa …”panggil Leon dengan nada gugup.

Mereka bertiga pun duduk di sisi ranjang, Tak berapa lama Khansa pun masuk. Leon beridiri dan menggandeng Khansa ke hadapan papanya itu, “Pa ini adalah menantu Papa.”

Melihat Khansa seperti melihat wajah yang dikenalnya, maka Tuan besar Sebastian pun menitikan air matanya, dia teringat kepada Stephanie dan Gala Quin.

💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞

Untuk membaca novel PENGANTIN PENGGANTI bab berikutnya silahkan klik navigasi bab dibawah ini.  Kamu juga bisa menginstall atau mendownload aplikasi novel kesayangan kamu. Misalnya novelku, noveltoondan aplikasi innovel. See u di bab selanjutnya....muachh..


PENGANTIN PENGGANTI BAB 187 : HADIAH LAGI

PENGANTIN PENGGANTI BAB 187 : HADIAH LAGI

PENGANTIN PENGGANTI BAB 187 : HADIAH LAGI

Khansa membuka lemari, mengambil sebuah kotak kecil lalu memasukan kaos kaki mungil abstrak itu, dan menyimpannya baik-baik sampai bayi mereka lahir nanti.

Leon menarik Khansa duduk di sisi ranjang mereka, “Ada sesuatu yang ingin aku katakan kepadamu?’

“Ada apa?” tanya Khansa.

“Aku memiliki hadiah lain untukmu,” ujar Leon.

“Hadiah lagi?” ujar Khansa.

Leon mengambil berkas yang ada diatas nakas mereka, lalu memeberikannya ke tangan Khansa, “Ini adalah akta kepemilikan Farmasi Isvara.”

“Farmasi Isvara,” ujar khansa sembari membaca berkas itu.

“Lalu … Bagaimana dengan Fauzan?” tanya Khansa.

“Tentu saja dia sekarang hanya seorang karyawan biasa, dan kau adalah bosnya,” jawab ringan Leon.

Khansa tidak menginginkan ini. Tapi mengingat ini adalah seharusnya warisan dari ibunya  maka akhirnya dia pun menerimanya.

“Dan satu lagi, nanti malam kita ada janji makan malam dengan Nenek Quin,” jelas Leon.

“Apa Nenek Quin akan menyukai aku?” tanya Khansa sedikti gugup.

“Kau sudah berhasil menaklukan aku, jadi aku yakin akan sangat mudah membuat Nenek Quin menyukaimu,” Jawab leon seraya menyelipkan rambut Khansa, dan mengecup-ngecup bibirnya.

Leon pun mengajak Khansa bersiap untuk  ke kediaman Quin. Sementara itu, di rumah sakit, Maharani sudah membawa Yenny kembali pulang ke kediaman Isvara. Namun,  alangkah terkejutnya melihat jika rumah mereka telah ada tulisan akan dijual dari agensi yang membantu menjual itu rumah.

Fauzan terlilit hutang dalam jumlah bersar, dan jalan keluar paling cepat untuk mendapatkan uang ini adalah dengan menjual rumah utama kediaman Isvara. Dan sekarang Ibu dan anak itu  dilarang untuk masuk. Jihan pun sudah menangis kencang, karena mereka tidak bisa memasuki rumah megah mereka lagi.

“Ibu … kita harus bagaimana?’ ujar Jihan.

“Diam … jangan menangis terus!” hardik marah Maharani.

“Biarkan ibu berpikir,” ujarnya lagi.

Maharani meminta diijinkan masuk untuk mengambil barang-barang dia dan anak-anaknya, petugas keamaan di sana mengijinkan dia masuk. Maharani dan Jihan segera masuk dan mengambil barang berharga mereka yang masih bisa diselamatkan.

Di Kamar, maharani merasa marah karena perhiasan dan uang tunai diam sudah diambil semua oleh Fauzan, dia pun merutukinya, “Dasar sial!”

Maharani langsung menuju ke tempat dia menyembunyikan perhiasan rahasia dia, pada saat ini dia merasa beruntung karena pernah meyembunyikan diam-diam batangan emas dan beberapa perhiasan juga sedikit uang tunai senilai 20 juta. Sementara Jihan membawa baju-baju mahal dan tas-tas bermerk juga sepatunya. Petugas keamaan mengijinkan mereka tinggal sehari di rumah itu untuk mengepaki barang-barang pribadi mereka.

Jika di kediaman Isvara ada badai, maka di kediaman Khansa ada Pelangi.  Kedua pasangan yang akan menjadi orang tua itu sudah bersiap menemui keluarga Kandung Khansa. Leon melihat istrinya itu terlihat gugup lalu, menggenggam tangannya untuk menenangkan.

“Nenek pasti akan sangat menyukaimu, ingat kau saja bisa menaklukanku,” hibur Leon.

Di rumah Nenek Quin, nampa juga Dafa sedang membantu Neneknya itu bersiap menyambut tamu yang sudah dia tunggu-tunggu sedari tadi, “Nenek, sebenarnya sedang menunggu siapa?” tanya Dafa.

“Cucu Nenek,” jawab gembira Nenek Quin.

“Siapa? Cucu Nenek kan hanya aku saja,” ujar Daffa.

Ketika sedang berdebat, mobil hitam pun masuk ke area pelataran halaman rumah Nenek  Quin, “Itu dia mereka sudah datang,” ujarnya.

Dafa merasa penasaran dan tidak melepaskan pandangannya dari mobil itu, terlihat sepatu laki-laki turun menginjak tanah, Dafa mengernyitkan alisnya ketika pria itu membelakanginya, lalu terlihatlah, sepatu mungil manis menginjak tanah.

Leon dan Khansa melangkah mendekati Nenek Quin dan Dafa lalu menyapanya, “Nyonya Quin.”

“Nenek,” sapa Khansa juga.

“Kalian …” ujar Dafa.

Nenek Quin mencubit pinggang Dafa, “Yang sopan, ini adalah sepupumu,” ujarnya.

“Apa, sepupu?’ tanya heran Dafa.

“Apa ini adalah … maksudku Paman Gala adalah ayahmu?’ tanya Dafa.

Khansa mengangguk, lalu Dafa menarik tangan Khansa,  “Benarkah …?” ujarnya terlihat senang.

Semasa hidupnya Gala Quin termasuk dekat dengan Dafa kecil dulu, jadi tentu saja dia merasa senang memliki sepupu, anak dari pamanannya itu.

“Jika begitu ayo kita masuk,” ajak Dafa.

Mereka berbincang agak lama, yang bertahun-tahun terpisah sungguh wajah jika pertemua makan malam ini menjadi lama. Di tambah mendengar jika Khansa akan memberikan seorang cicit untuk Nenek Quin, kegembiraan pun bertambah horai-horai ramainya.

Nenek Quin tidak bisa mencegah air matanya agar tidak terjatuh, “Panggil Nenek sekali lag.”

“Nenek,” panggil Khansa dengan lembut.

Nenek Quin pun memeluk Khansa lagi, dan berkata, “Kapan waktu datanglah lagi dan menginaplah.”

Dalam perjalanan pulang, Khansa mendekatkan dirinya kepada Leon. Merangkul tangannya dan bersandar di bahunya itu. Seraya berkata dalam hati ‘Di hari biasa seperti ini. Hidup bersamamu dengan sepenuh hati.
Dikelilingi dengan senyuman. Apakah kau dapat merasakan cinta ini’

Leon merangkulkan tangannya ke bahu Khansa, lalu mengecupi puncang kepalanya, “Apa merasa lelah?’

“Tidak …” jawab Khansa.

Leon mentautkan jari tanganya ke jari tangan Khansa, lalu memandanginya seraya berpikir ‘Sesuatu yang digenggam oleh tanganku  ini, merupakan kebahagiaan terbesarku’

Leon merasa esok hari dan seterusnya kehidupan dia akan selalu  diterangi cahaya, di kelilingi oleh Cinta  yang setera dengan  udara bersih, terhirup perlahan ke dalam hari-harinya.

Sesampainya di rumah, Khansa mengajak untuk melihat papa mertuanya itu, “Ma,” panggil Khansa.

“Bagaimana keadaan Papa?” tanya Khansa.

“Mengalami kemajuan,” jawab Professor Lexa.

“Kemana carl?” tanya Leon.

“Itu,” jawab Professor Lexa seraya menunjuk kearah taman.

Nampak carl sedang sibuk berbicara disambungan ponselnya, “Jadi apa kau sudah menemukannya?” tanya carl kepada salah satu koleganya.

“Identitas yang aku tahu, dia adalah ahli Forensik,” jawab sumber Carl itu.

“Terakhir terlihat di Eropa,Rumania,” jawab sumber itu lagi.

“Rumania … Eropa tengah,” gumamnya.

Carl menoleh kearah kamar papanya, merasa saat ini sayapnya tengah tertahan di sini, jadi tidak bisa dengan cepat terbang ke Rumania untuk melihat malaikat cantiknya itu.

Dokter Forensik dengan kecantikan seperti itu sungguh adalah godaan terbesar pria yang akan sulit untuk dihindarii, hati Carl pun berdegup kencang memikirkan pasti akan ada beberapa pria yang mengejar malaikatnya itu. Sementara dia masih berjalan di tempat.

Carl pun menyudahi sambungan telponnya dan masuk ke dalam, Dia segera mengecek keadaan Papanya kembali, berpikir semakin cepat Papanya membaik, maka dia akan bisa segera memburu malaikatnya itu.

Melihat Carl sudah mengambil alih perawatan, Professor Lexa pun menarik Khansa untuk duduk, lallu berkata, “Aku mednapatkan pesan dari Maharani.”

“Pesan apa?” tanya Khansa.

“Ucapan terima kasih, lalu juga memberitahu bahwa dia akan pindah ke desa Bersama Yenny dan Jihan. Memulai hidup baru di sana,” jawab Professor Lexa.

“Aku tidak bisa membantu banyak, tapi aku mendoakan agar mereka baik-baik saja,” ujar  Khansa.

“Kau memang anak baik,” puji Professor Lexa sembari mengusap-usap puncak kepala Khansa.

💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞

Untuk membaca novel PENGANTIN PENGGANTI bab berikutnya silahkan klik navigasi bab dibawah ini.  Kamu juga bisa menginstall atau mendownload aplikasi novel kesayangan kamu. Misalnya novelku, noveltoondan aplikasi innovel. See u di bab selanjutnya....muachh..


PENGANTIN PENGGANTI BAB 186 : SEPATU RAJUT

PENGANTIN PENGGANTI BAB 186 : SEPATU RAJUT

Bab 179

Carl dan leon terbatuk-batuk, saling memandang dalam limbung, seraya berpikir apakah Mama mereka ini sedang bersekutu dengan bayi yang ada di dalam perut Khansa. Leon Meletakan gelas tehnya lalu berkata, “Bisa tidak itu di letakan di kamar saja.”

“Mengapa begitu?” tanya Khansa.

PENGANTIN PENGGANTI BAB 186 : SEPATU RAJUT

“Ah itu … itu …” Leon langsung menciut ketika landak kecilnya mengeluarkan suara protesnya juga.

“Ini terlihat indah, unik, estetik,” Khansa memberikan penilainnya kepada foto itu.

‘Unik darimananya … jika Gery melihat ini pasti dia akan mentertawaiku dalam hati’ pikir Leon.

Leon tidak banyak protes lagi, karena landak kecilnya menyukai foto yang di bingkai dan terpampang di dinding itu. Carl yang melihat Kakaknya diam saja juga akhirnya terdiam tanpa kata. Kakaknya saja yang memiliki kekuasan di seluruh keluarga Sebastian sudah terdiam, lalu apa daya dia jika ikut bicara, sungguh itu hanyalah akan bagai butiran debu saja.

“Jangan lupa nanti, Emily mengundang kita untuk makan siang,” ujar Khnasa.

“Aku akan menunggumu di sana ok!,” Khansa mengingatkan lagi.

Selesai makan pagi bersama, Leon pun segera bergegas mengurus pekerjaannya, Sementara carl merawat Tuan Besar Sebastian. Sambil mengecek Kesehatan, dia mengajak Papanya itu berbicara. Menceritakan semua hal yang baru saja dia alami bersama Leon.

“Pa, lekaslah bangun dan ilhatlah bagaimana calon cucu papa itu menindasku, Benar-benar persis seperti Leon yang sudah menindas aku. Papa lekaslah bangun dan jadilah pahlawanku ok!” ujar Carl sembari mengelap-ngelap tubuh Tuan besar Sebastian dengan handuk basah bersih.

“Tapi kubilang, Leon itu benar-benar beruntung memiliki istri seperti Khansa. Benar-benar bintang keberuntungan untuk kita,” cerita Carl lagi.

“Jadi Papa, lekaslah bangun ok!” ujar Carl lagi.

Professor Lexa dan juga Carl benar-benar merawat Tuan besar Sebastian. Pagi, siang, malam meski harus bergantian. Di siang hari, Khansa sudah sampai di restoran yang Emily sebutkan.  Leon dan Rendra belum tiba, tapi para istri mereka sudah datang lebih dulu.

“Bagaimana kabar bayi kesayanganku?” ujar Emily sembari mengusap lembut perut Khansa.

“Sangat sehat,” jawab Khansa tersenyum lembut.

Emily menyusun menu makanan sesuai dengan saran dari dokter kandungan Khansa. Tak berapa lama Rendra dan Leon pun tiba. Mereka makan dengan sambil melempar canda.

Khansa berkata kepada Emily, “Kau juga segera hamil juga ya,”

“Doakan saja ok,” jawab Emily tertawa senang.

Leon menyenggol siku Rendra, “Bersiaplah masuk ke medan tempur, jika istrimu hamil.”

Rendra menatap Leon dengan mengernyitkan alisnya. Tapi Leon hanya tertawa sambil menepuk-nepuk bahu kawannya itu.  Khansa ingin pergi ke toilet, Emily ikut pergi menemani.

Pada saat ini Rendra memberi tahu tentang keadaan Fauzan, Jika Fauzan sudah melayangkan gugatan cerai kepada Maharani. Leon mendengarkan sambil tertawa kecil. Kehancuran keluarga Isvara bukanlah urusannya. Hidup mati mereka tidak ada kaitannya dengan Khansa, apalagi dirinya.

“Aku dengar juga, mamamu saat ini juga sedang membantu pengobatan untuk Yenny Isvara. Apakah itu betul?” tanya penasaran Rendra.

“Hissh kau ini sejak kapan menjadi tukang gossip?” tanya heran Leon.

Khasna dan Emily masuk, Lalu Rendra memandangi istrinya. Leon pun tersenyum lagi mentertawai kawan baiknya ini. Ya menikah dengan artis yang sekaligus teman dekat landak kecilnya itu, pasti menjadikan Rendra juga jadi lebih cepat tahu tentang berita-berita.

Emily dan Khansa pulang lebih dulu, sementara Leon masih tinggal di restoran itu menunggu Hansen dan Simon untuk melakukan serah terima pekerjaan yang kemarin sempat Leon kuasakan kepada Simon.  Rendra pergi mengantarkan Khansa dan Emily untuk pulang.

Tapi Emily mengusir Rendra, karena ingin menghabiskan banyak waktu dengan Khansa. Setelah menikah dengannya, dirinya memang membatasi pergerakan perkerjaan Emily. Jadi wajar saja jika istrinya itu merasa bosan di rumah.

“Jika begitu selamat bersenang-senang, aku akan meninggalkan mobil dan supir untuk kalian,” ujar Rendra sembari mengecup kening Emily.

Emily, ingin membelikan hadiah untuk bayi Khansa. Sementara itu, Professor Lexa sedang mengobati Yenny. Nampak keadaannya semakin membaik.  Namun, karena jurnal yang ada di tangan Sekarang belum lengkap, jadi pengobatan yang Professor Lexa berikan hanya mengurangi saja belum menyembuhkan.

Sedari awal Professor Lexa sudah mengatakan jika ini tidak menyembuhkan hanya mengurangi saja, Kali ini Maharani hanya bisa tertunduk menerima saja. Hanya Jihan yang masih sedikit sombong, masih merasa berada di kalangan sosialita tingkat atas.

Maharani sudah tidak bisa berpikir apa-apa lagi, karena surat gugatan cerai  telah datang kepadanya. Sementara Jane pun di usir oleh keluarga Gautama, karena sudah di buang oleh Fauzan.  Jadi bagi keluarga Gautama maka Jane hanya akan membawa malu kepada mereka.

Saat ini Jane diasingkan ke desa terpencil, dibiarkan sendiri tanpa ada satupun keluarga yang mempedulikan dirinya. Di restoran Simon dan Hansen telah datang, “Lalu bagaimana?” tanya Leon.

“Saat ini Khansa sudah menjadi pemilik sah Farmasi Isvara,” Jawab Simon.

“Aku ingin nama ini di ganti?!” perintah Leon.

“Menjadi nama apa?” tanya balik Simon.

“Hmm …” leon terlihat sedang berpikir serius.

“Farmasi Baby Leon,” jawabnya sambil tertawa.

“Kak! Bisa serius sedikit tidak?” ujar Hansen.

“Nama macam ap aitu?” ujar Hansen lagi.

Leon langsung memandang Hansen dengan tatapan seperti seribu pisau akan menghujamnya, Hansen yang tadi tertawa pun langsung saja terdiam. “Apa kau punya usul lain?” tanya Leon.

“Ah tidak … tidak mana berani … nama itu juga cukup bagus,” jawab Hansen.

“Nah, begitu baru benar,” ujar puas Leon.

Beberapa jam mereka membahas pekerjaan di sana, barulah selesai. Di rumah, di kamar utama nampak banyak sekali tas-tas belanja, itu semua adalah kado Emily untuk bayi yang ada di perut Khansa. Selesai rapat dengan Hansen dan Simon maka Leon pun langsung menuju pulang ke rumah.

Sesampainya di rumah, segera saja Leon masuk ke kamar utama, “Sayang, apa kau baru saja memindahkan toko ke kamar kita?”

“ih, mana ada. Ini semua adalah kado dari Emily dan Tuan kawindra,” jawab khansa.

Leon melihat-lihat isi tas belanja itu, lalu teringat dengan sepatu rajut yang sudah dia buat dengan susah payah. Dia segera berdiri dan membuka laci, lalu mengambil sepatu rajut kecil itu. Dengan malu-malu dia pun memberikannya kepada Khansa, “Kalau ini adalah hadiah dari aku untuk bayi kita,” ujarnya.

Leon merasa bangga dengan hasil kerajinan tangannya meski tidak seindah yang di harapkan. Namun itu adalah bentuk cinta dan kasih sayang terhadap bayinya. Khansa mengambilnya meski dia tertawa karena bentuknya yang lucu, dia juga sekaligus merasa terharu.

“Terima kasih Direktur Sebastian karena mau bersusah payah untuk membuatkan hadian yang indah ini untuk bayi kita,” puji Khansa.

Untuk membaca novel PENGANTIN PENGGANTI bab berikutnya silahkan klik navigasi bab dibawah ini.  Kamu juga bisa menginstall atau mendownload aplikasi novel kesayangan kamu. Misalnya novelku, noveltoondan aplikasi innovel. See u di bab selanjutnya....muachh..


PENGANTIN PENGGANTI BAB 185 : BENANG WOL

PENGANTIN PENGGANTI BAB 185 : BENANG WOL

PENGANTIN PENGGANTI BAB 185 : BENANG WOL

Leon dan Carl tersenyum mendengar pujian manis Khansa, meski terasa pedas di lidah mereka. Leon memasukan sesuap demi sesuap pempek itu sampai tetes kuah terakhir.

Ketika selesai, keduanya langsung menyesap susu yang telah disediakan, susu bisa menghilangkan pedas, jadi tentu saja mereka menyesapnya dengan tanpa jeda.

‘Oh ya Tuhan anakku, ketika Papa bilang kau hanya boleh merepotkan Papa, tapi bukan dengan cara seperti ini’ pikir Leon.

‘Lain kali harus menjaga perkataan’ pikir Leon lagi sambil menahan pedas.

Keringat becucuran di wajah dan tubuh tegap Leon dan Carl. Khansa mendekat lalu mencium pipi Leon dan berkata, “Terima kasih karena kau begitu mencintai kami.”

Leon hanya bisa menjawab dengan senyuman, karena tak sanggup menjawab. Lidahnya benar-benar terasa terbakar. Sementara Carl yang terbiasa memakan menu masakan Eropa. lansung saja duduk di lantai sambil bersandar dan berpikir, mengapa calon keponakannya itu senang sekali menjahilinya.

“Haissh …” Carl merinding ketika membayangkan jika keponakannya itu lahir, berpikir kira-kira akan berbuat apa pada dirinya nanti.

Di Paviliun, Nampak Nenek Sebastian dan Professor Lexa berbicara dengan serius. Nenek berkata dengan bijak, “Terima kasih karena sudah menjadi lilin bagi keluarga Sebastian.”

Professor Lexa mengangkat kepalanya, “Lilin?” tanyanya.

“Ya lilin, kau bersedia terbakar hanya demi memberi cahaya kepada kami.” jelas Nenek sebastian mengibaratkan pengorbanan Professor Lexa selama ini.

Mereka berdua pun menangis sambil berpelukan, Nenek lalu berkata lagi, “Sekarang kita adalah satu keluarga, jadi jangan sungkan.”

Professor Lexa mengangguk dengan senyuman lega, badai telah berlalu, gelap berganti terang. Masih belum terlambat untuk merajut kenangan yang manis bersama keluarga. Dia pun membiarkan Nenek sedikit lebih lama bersama putranya itu, dan pergi keluar.

Professor Lexa melihat kedua putranya duduk di lantai sambil bersandar, “Apa yang terjadi?”

Leon melambai-lambaikan tangannya, memberi tanda kalau tidak ada apa-apa. Khansa masuk ke dalam ruang malan lalu memanggil, “Ma.”

“Ma … bisa aku bicara sebentar!” pinta Khansa.

Professor Lexa pun meninggalkan Leon dan Carl,

“Ada apa?”

“Tentang obat yang Mama bilang … Obat untuk Yeny Isvara,” jawab Khansa.

“Apa kau mau aku membuatnya?” tanya Professor Lexa.

“Iya Ma, aku tidak ingin membawa dendam, tidak ingin membuat bayi ini merasakan perasaan buruk. Dan membenci adalah suatu hal yang buruk,” jelas Khansa.

“Jika begitu, demi cucu Mama, maka akan dibuat penawarnya,” jawab Professor Lexa sembari mengusap puncak kepala Khansa.

“Aku akan membantu Mama jika memang diperlukan,” ujar Khansa.

“Ah tidak sayang, kau harus banyak-banyak makan dan beristirahat saja,” jelas Ptofessor Lexa.

Di ruang makan, setelah pedas di lidah Leon mereda, dia pun segera.pergi ke ruang kerja untuk memimpin rapat. Begitu layar dinyalakan semua staff terkesima dengan bibir pink Direktur mereka itu. Sementara, Khansa membawa Nenek Sebastian untuk menemui Bibi Fida dan Kakek Isvara, setelah berbincang sebentar, diapun kembali ke Villa Anggrek.

Jika Kakek Isvara sudah nyaman tinggal bersama Khansa, maka lain hal dengan Fauzan Isvara. Perkataan Khansa tentang tes DNA pun masih terngiang-ngiang. Diam-diam dia melakuan Tes DNA kepada Yenny dan Jihan lebih dulu.

Merasa kekayaannya menipis, jadi Fauzan memutuskan untuk menyimpan yang kelak bisa memberi keuntungan kepadanya, dan membuang yang akan menjadi bebannya. Dia berpikir jika Yenny dan Jihan bukan darah dagingnya maka akan lebih mudah membuangnya.

Jane datang ke kantor Fauzan, berjalan dengan angkuhnya, seakaan dia lah pemilik perusahaan farmasi Isvara. Dirinya sungguh sangat heboh minta dilayani ini dan itu. Karena melihat Jane sedang hamil maka Fauzan membiarkan sikap sombongnya.

Hari ini Fauzan membawa Jane ke rumah sakit, selain untuk memeriksa kandungan Jane, Dia juga ingin mengambil hasil dari Tes DNA yang sudah di lakukan. Jane pun tidak tahu jika Fauzan sudah melakukan ini.

Ketika Jane di periksa, Fauzan meninggalkannya sebentar dan mengambil hasil tes DNA. Mata Fauzan seperti berbinar ketika melihat jika Yenny dan Jihan bukanlah anak kandungnya.

“Wanita sialan …” Fauzan merutuki Maharani.

“Tapi ada bagusnya, ini akan memudahkan untuk mengusir kalian,” ujar pelan Fauzan.

“Ini adalah hasil tes keseburan Tuan” ujar dokter itu lagi.

Mata Fauzan terbelalak, di hasil tes keseburan itu dinyatakan bahwa sp**rmanya bermasalah, dan dia dinyatakan mengalami kemandulan.

“Apa ini … tidak mungkin … tidak mungkin …” ujar Fauzan dengan tidak percaya.

“Tidak ada kesalahan Tuan, itu adalah hasil yang sebenarnya,” jawab dokter itu lagi.

‘Jika aku mandul, lalu siapa ayah bayi yang dikandung oleh Jane’ pikir Fauzan.

Dengan impulsifnya Fauzan meninggalkan ruangan dokter itu, lalu pergi menemui Jane. Baru saja selesai melakukan pemeriksaan, dan keluar dari ruang periksa. Fauzan segera menarik Jane, membuka sebuab pintu, itu adalah koridor tangga rumah sakit.

“Katakan anak siapa yang sedang kau kandung ini?”

Jane terkejut, lalu berkata , “Tentu saja ini adalah anakmu,” jawabnya.

‘plak’ satu tamparan mendarat di wajah Jane, “Wanita sial, jelas-jelas ini bukan anakku,” hardik Fauzan.

“Jangan pernah muncul lagi dihadapanku!” ujar Fauzan lalu pergi begitu saja.

Jane terjatuh duduk, hatinya menggalau karena Fauzan sudah mengetahui semua jika bayi yang tengah dia kandung bukanlah anaknya.

“Bagaimana ini … bagaimana!” gumam pelannya.

Hatinya tiba-tiba membenci Khansa, dia menyalahkan semua ini kepada Khansa. karena perkataannya waktu itu, jadilah Fauzan mengetahui semua tentang kebohongannya selama ini.

Jika keluarga Isvara menuju kehancuran, maka Keluarga baru Khansa sedang diliputi kebahagian yang berlipat-lipat.

Leon keluar dari ruangan kerjanya, dan melihat Khansa sedang belajar merajut bersama Mamanya. Leon mendekati, “Sedang membuat apa?”

“Sepatu bayi,” jawab Khansa.

“Bolehkah aku membuatnya juga, kau membuat sebelah kanan aku membuat sebelah kiri,” ujar Leon.

“Aku juga ingin membuatnya,” ujar Carl.

“Mama sedang buat apa?” tanya Carl.

“Sarung tangan bayi,” jawabnya.

“Jika begitu Mama membuat sebelah kanan, aku membuat sebelah kiri,” ujar Carl tidak mau kalah dari Leon.

“Bagaiman kalu kalian yang membuat keduanya saja!” usul Professor Lexa.

“Ei … ini …” ujar Carl dan Leon sembari memandangi Professoe Lexa yang membawa Khansa beristirahat di kamar.

“Ma …” ujar Leon dan Carl bersamaam lagi.

“Sst … jangan cengeng! Lakukan saja biar cepat selesai ok!” ujar Professor Lexa sambil tertawa kecil.

“Ini bagaimana caranya,” ujar Carl kepada Leon.

Leon mengambil buku panduan, mencoba memahami instrukis cara merajut, lalu mencobanya. Mereka berdua mencoba selama berjam-jam sampai lelah, dan akhirnya tertidur dengan benang yang sedikit melilit di atas tubuh mereka.

Profesaor Lexa mengecek keadaan mereka, lalu tersenyum melihat gaya tertidur kedua putranya itu, diam-diam mengeluarkan ponsel dari saku lalu memfotonya.

Keesokan paginya Carl dan Leon tersedak teh manis hangat ketika di ruang makan melihat seorang pelayan menggantungkan frame foto besar mereka yang sedang tertidur bak gaya anak kucing yang sedang bermain benang wol.

“Bagaimana? Bagus tidak?” tanya Professor Lexa.

💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞

Untuk membaca novel PENGANTIN PENGGANTI bab berikutnya silahkan klik navigasi bab dibawah ini.  Kamu juga bisa menginstall atau mendownload aplikasi novel kesayangan kamu. Misalnya novelku, noveltoondan aplikasi innovel. See u di bab selanjutnya....muachh..