PENGANTIN PENGGANTI BAB 127 : SIUMAN
Rendra melangkah masuk, berdiri di depan ranjang Emily, “Sakit dan tidak menghubungiku!?”
Emily diam tidak menjawab. Namun, tatapan matanya memberi jawaban sebanyak seribu kata. Dia masih menatapi Rendra dengan penuh kebencian.
Emily menarik jemari Abraham lalu menoleh kepadanya, “Sudah ada yang menjagaku, tidak berani merepotkan kakak lagi.”
Hati Rendra seperti baru saja terjatuh dari langit, ketika melihat jari-jari lentik Emily tengah menggenggam jari Abraham.
Pada saat ini Abraham pun berkata, “Kak, kedepannya ijinkan aku yang menjaga Emily!”
Rendra dengan Elegan berjalan lalu menarik kursi dan duduk dengan angkuhnya. Setelan hitam hari ini yang di pakainya menambah aura ketampanannya meski mempertinggi aura arogannya.
“Dengan status apa kau ingin menjaganya?” tanya dingin Rendra dengan suara magnetisnya.
“A-aku … aku menyukai Emily, jadi aku mohon restui kami,” jawab Abraham.
Mendengar pengakuan langsung di depan mukanya, Rendra hampir-hampir menendang pria berdarah Minang Italia ini. Rendra berdehem lalu menjawab, “Emily masih terlalu muda, belum masanya untuk menikah.”
Abraham melirik ke arah Emily, memang tidak salah apa yang dikatakan Rendra, bahkan dia dan Emily memang belum ada status sebagai sepasang kekasih.
Tanpa disangka Emily mengeluarkan pendapatnya, “Biarkan kami mencoba!”
“Apa?” tanya rendra sembari menaikan satu alisnya.
“Jika kami tidak mencobanya maka kami tidak akan tahu apakah kami cocok atau tidak,” jelas Emily.
“Tidak ingin menjadi penyesalan karena tidak pernah mencoba, jadi biarkan kami mencoba!” ujar Emily sembari menatap tajam ke arah Rendra. Entah kalimat ini ditujukan untuknya atau untuk Rendra.
“Tidak!” jawab Rendra sembari berdiri lalu menepuk-nepuk bahu Abraham.
Rendra lalu membungkuk mencium kening Emily seraya berbisik, “Perkataan aku yang kemarin masih sangat berlaku.”
Emily hanya bisa terdiam mendengarnya sambil memandangi Rendra yang beranjak pergi dari ruang kamar inapnya. Hatinya bergemuruh karena mendengar bisikannya tadi. Dia telah membulatkan tekad, jika tidak ada lagi yang bisa menyakitinya.
Emily mendongak ke arah Abraham lalu berkata, “Ayo menikah!”
“Apa?” tanya Abraham yang merasa jika telinganya salah mendengar.
“ ya kita menikah,” ulang kata Emily.
“Tapi kakakmu …?” tanya Abraham.
“Ini tentang hidupku, jadi aku yang memutuskan.” jawab tegas Emily.
“Jika begitu aku akan mempersiapkan semuanya, kau baik-baik saja beristirahat,” janji Abaraham.
Emily menangguk lalu mulai bebaring lagi, Sementara itu di kediaman Isvara nampak sedang terjadi sesuatu, “Ada apa?” tanya Khansa.
“Kakek Isvara telah sadar,” jawab salah satu pelayan.
Khansa segera berlari ke kamar Kakek Isvara. Yenny dan Maharani tengah berdiri di sisi ranjang Kakek Isvara. Dengan perlahan Khasna duduk di sisi ranjang. Dengan dua bola mata yang masih terlihat sayu Kakek Isvara menatap kepada Khansa. Meski terakhir kali melihat Khansa tidak sebesar ini namun dia masih dapat mengenali alis mata Khansa yang seperti pohon willow itu.
Khansa mengambil tangan Kakek Isvara, memeriksa denyut nadinya, dia tersenyum lega karena denyut nadi Kakek stabil, itu artinya terapinya selama ini membawa hasil baik bagi tubuh Kakek Isvara. Pada saat ini Maharani mencoba menghubungi Fauzan, kali ini panggilan itu dijawabnya.
“Kakek telah sadar,” ujar Maharani memberitahu.
“kau segera pulang ke rumah ya!” pinta Maharani.
Mendengar jika ayahnya telah sadar, maka Fauzan pun bersedia untuk pulang. Sementara itu, Yenny dalam hati merasa lega dan senang. Merasa jika dia akan segera bisa mendapatkan jurnal medis yang sedang dia cari.
Kakek Isvara, mengeluarkan air mata lalu dengan suara seraknya memanggil nama Khansa. Dengan segera saja Khansa berlutut di sisi ranjang itu. “kakek,” jawabnya.
“kakek akan sehat, tenang saja aku akan merawat kakek sampai sembuh,” janji Khansa.
Yenny juga ikut berlutut dan berkata, “Aku juga.”
Kediaman Isvara langsung saja sibuk karena hal ini, fauzan yang baru saja sampai langsung saja pergi ke kamar Ayahnya itu. Kaki Fauzan terasa lemas, ketika melihat Ayahnya itu tengah duduk di ranjang besarnya. Nampak terlihat Khansa sedang menyuapi sup herbal buatannya.
“A-ayah …” panggil fauzan terbata.
Namun kakek Isvara bergeming, dia hanya merespon kepada Khansa saja tidak kepada yang lain. Fauzan langsung melangkahkan kakinya ke sisi ranjang lalu mencoba memanggilnya lagi, “Ayah.”
Kakek Isvara hanya menatap sebentar lalu mengalihkan Kembali tatapannya kepada Khansa. Fauzan pun bertanya keadaan ayahnya itu kepada Khansa, “Apa dia baik-baik saja?”
“Akan sangat baik kedepannya,” jawab Khansa dengan yakin.
Wajah fauzan memucat mendengar perkataan Khansa itu, “Apa kau yakin?”
“Tidakah lihat, karena perawatanku maka Kakek bisa siuman,” jawab Khansa dengan tenang.
“Jika begitu bagus,” ujar Fauzan dengan suara tercekat.
Pada saat ini, ponsel fauzan berdering. Melihat itu adalah Jane yang menghubungi maka fauzan pun segera menjawbnya, “Malam ini aku akan tidur di rumah,” ungkap fauzan disambungan telponnya.
Khansa mengernyitkan alisnya, berpikir mengapa harus melakukan laporan jika malam ini fauzan akan tidur di rumahnya sendiri. Khansa adalah wanita yang cerdas, dengan cepat dapat memahami jika wanita yang ada disambungan telpon itu adalah selir barunya.
Fauzan menutup sambungan ponselnya, lalu pergi meninggalkan kamar Kakek Isvara. Baru saja membuka pintu, Maharani sudah ada di depan pintu, “Kau sudah pulang,”
Fauzan acuk tak acuh dan berlalu begitu saja meninggalkan Maharani, merasa jika baru bertemu lagi setelah sekian lama maka Maharani mengejarnya. Khansa berdiri berpikir sejenak, lalu mengambil ponselnya.
Di Los Angeles, Leon melirik ponselnya. Melihat itu adalah istrinya yang menelpon maka dengan cepat dia segera menjawabnya, “Apa sudah merindukan aku?”
“Hissh … kau ini sungguh bermulut manis,” jawab Khansa.
Sebenaranya Khansa juga bingung mengapa tiba-tiba ingin menghubunginya, hanya saja tadi ketika fauzan berbicara dengan berbisik di sambungan ponselnya, Khansa langsung saja teringat Leon.
“Apa sedang ingin mengecek aku sedang bersama siapa?” tanya Leon.
“K-kau …” ujar Khansa sekaligus berpikir, “Ini bagaimana dia bisa tahu.”
“Tenang saja, aku nanti akan meminta Gery mencari sapu lidi aren. Jaga-jaga jika ada setan pengganggu muncul,” ujar Leon sambil terkekeh pelan.
Khansa teringat ketika menggunakan sapu lidi aren waktu ingin mengusir susan si wanita penggoda, “Kau sedang meledek aku ya!” protesnya.
“Bagaimana kabar Kakek?” tanya Leon mengalihkan.
“Ah iya, Kakek sudah siuman,” jawab Khansa.
“Jika begitu bagus sekali, aku akan segera menyelesaikan pekerjaannku di sini dan segera terbang pulang,” janji Leon.
“Ya aku akan menunggu,” jawab senang Khansa.
Leon meletakan ponselnya, lalu Kembali menatap pria yang ada di depannya. Hari ini Leon bertemu dengan salah satu teman sejawat Gala Quin. Dalam pertemuan ini Leon mengetahui, jika gala menikahi salah satu wanita Jenius yang di asuh oleh Oracle.
Wanita itu ketika berusia lima belas tahun sudah merampungkan gelar pascadoctoralnya, berbakat dalam bidan medis modern maupun tradisional. Leon mengeluarkan sebuah foto dan bertanya ,”Apakah ini gadis itu?”
“Ya ini, darimana kau mendapatkan fotonya?’ tanya orang itu.
Leon tidak menjawab, lalu berkata lagi, “Ceritakan tentang hal lainnya?”
Dari cerita teman sejawat Gala Quin, bahwa pada saat itu Gala pulang ke Indonesia, dan tak lama kemudian gadis jenius itu ikut menyusul., dan hal yang terakhir dia dengar adalah mereka berdua menikah. Setelah itu tidak mendengar apa-apa lagi.
Leon mengakhiri pertemuannya, di dalam mobil sambil berpikir. Jika ada satu orang yang memainkan benang merah di kehidupan ayah dan ibu kandung Khansa, “Gunakan semua sumber daya kita, cari dan temukan dalang dari semua ini!”
Untuk membaca novel PENGANTIN PENGGANTI bab berikutnya silahkan klik navigasi bab dibawah ini. Kamu juga bisa menginstall atau mendownload aplikasi novel kesayangan kamu. Misalnya novelku, noveltoondan aplikasi innovel. See u di bab selanjutnya....muachh..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar